Publikasinusantara.com | Jakarta – Presiden Jokowi membantah sinyalemen yang menyatakan dirinya mewacanakan siap menjadi calon wakil presiden (cawapres) di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mendatang untuk masa jabatan 3 periode bagi dirinya.
Dia mengatakan, wacana jabatan 3 periode tersebut bukan berasal dari dirinya. Dia mengaku tidak pernah menyinggung usulan tersebut.
”Sejak awal saya sampaikan bahwa ini (isu yang beredar) yang menyiapkan bukan saya,” kata Joko Widodo di Istana Negara, Jumat (16/9/2022).
Jokowi mengatakan dirinya telah menolak tegas wacana presiden 3 periode hingga perpanjangan masa jabatan presiden. Dia mengaku heran isu lainnya terus berlanjut.
”Urusan 3 periode sudah saya jawab. Begitu saya jawab, muncul lagi yang namanya perpanjangan. [Itu] juga sudah saya jawab. Ini muncul lagi sekarang jadi wapres. Itu dari siapa? Kalau dari saya akan saya terangkan. [Ini] bukan dari saya, saya enggak mau nerangin,” ujarnya.
Wacana Jokowi menjadi cawapres 2024 sebelumnya sempat keluar dari Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman.
Ia mengatakan tak menutup kemungkinan memasangkan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto sebagai Capres dan Jokowi sebagai Cawapres pada Pemilu Presiden 2024.
”Ya kalau kemungkinan ya ada saja,” ungkap Habiburokhman saat ditemui awak media di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (14/9/2022).
Meski begitu, Habiburokhman mengaku tak bisa berbicara lebih banyak terkait kemungkinan cawapres yang akan diusung Gerindra, sebab kewenangannya berada di tangan Prabowo.
”Kalau secara konstitusi memungkinkan, tapi dalam konteks politik itu bukan kewenangan saya, kewenangan ada di Pak Prabowo, Ketua Umum Partai Gerindra,” kata dia.
Ketua Bappilu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Bambang Wuryanto menyatakan presiden yang sudah menjabat 2 periode bisa kembali maju di pilpres, namun sebagai cawapres. Pria yang akrab disapa Bambang Pacul ia mengatakan jika aturan UU demikian, Jokowi sangat bisa maju menjadi cawapres. Namun, kata dia, Jokowi harus mendapatkan dukungan parpol untuk maju sebagai cawapres.
Di sisi lain, Kepala Bagian Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono juga sempat melontarkan pendapatnya mengenai presiden yang telah menjabat dua periode secara normatif bisa maju lagi sebagai calon wakil presiden utuk periode berikutnya.
Fajar mengatakan tak ada peraturan yang melarang Jokowi untuk maju sebagai cawapres di Pilpres 2024.
Namun, lebih kepada etika politik jika presiden dua periode ingin menjadi wakil presiden di periode selanjutnya.
Fajar mendasarkan argumen pada Pasal 7 UU 1945. Pasal itu berbunyi “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.”
Fajar mengatakan dirinya tidak dalam kapasitas menyatakan boleh ataupun tidak boleh.
Namun jika melihat UUD 1945 Pasal 7 menjelaskan, Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama 5 tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.
“UUD 1945 tidak mengatur secara eksplisit. Saya tidak dalam konteks mengatakan boleh atau tidak boleh,” ujarnya.
“Saya hanya menyampaikan, yang diatur secara eksplisit dalam UUD 1945 itu soal Presiden atau Wakil Presiden menjabat 5 tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali selama 1 periode dalam jabatan yang sama,” kata dia dalam pesan tertulis, Senin (12/9/2022).
Belakangan MK mengklarifikasi pernyataan Fajar itu. MK menyebut pernyataan Fajar itu adalah pendapat pribadi.
“Penyataan mengenai isu dimaksud (presiden dua periode boleh menjadi cawapres) bukan merupakan pernyataan resmi dan tidak berkaitan dengan pelaksanaan kewenangan Mahkamah Konstitusi RI,” sebut pernyataan resmi MK, Kamis (15/9/2022).
MK menegaskan pernyataan Fajar merupakan respons atau jawaban yang disampaikan dalam diskusi informal ketika menjawab wartawan yang bertanya lewat aplikasi WhatsApp.
“Sehubungan dengan itu, pada saat menjawab pesan WA dimaksud, tidak terlalu diperhatikan bahwa jawaban tersebut dimaksudkan untuk tujuan pemberitaan, sehingga jawaban disampaikan secara spontan, singkat, informal, dan bersifat normatif,” tulis MK. (red)